top of page
  • Facebook Social Icon
  • Twitter Social Icon
  • Instagram Social Icon

REVIEW : Avengers: Age of Ultron


Saya bukanlah penggemar berat film pertamanya. Saya merasa The Avengersadalah film yang overrated. Meski begitu, saya salut dengan sutradara Joss Whedon yang bisa dibilang sukses membuat film mash-up superhero dengan menggabungkan banyak karakter dengan latar belakang yang berbeda dalam harmoni, mengokohkan basis Marvel Cinematic Universe (MCU) sekaligus menutup MCU Phase 1 dengan brilian. Melihat banyaknya perkembangan masing-masing pahlawan dalam film solonya, membuat saya penasaran bagaimana Whedon menangani penutup Phase 2 ini. Sementara film kedua yang berjudul Avengers: Age of Ultron ini memang lebih besar dan lebih epik, namun terkesan 'tumpul' yang membuatnya tak sememuaskan film pertama.

Saat film dimulai kita langsung disajikan dengan adegan aksi yang megah. Di sebuah negara fiktif bernama Sokovia yang berlokasi di Eropa Timur, semua anggota Avengers: Iron Man (Robert Downey Jr.), Captain America (Chris Evans), Thor (Chris Hemsworth), Hulk (Mark Ruffalo), Black Widow (Scarlett Johansson), Hawkeye (Jeremy Renner), beserta pasukannya melakukan penyergapan ke markas Hydra yang dipimpin oleh Baron Strucker (Thomas Kretschmann), dengan tujuan untuk merebut kembali tongkat sakti Loki.

Kejar-kejaran berkecepatan tinggi diselingi dengan aksi pahlwan kita dengan kekuatannya masing-masing menghajar antek-antek Hydra yang disajikan dengan koreografi bagus dan disorot dengan angle yang tepat, membuat adegan ini menjadi adegan pembuka paling keren sepanjang 2015 (sejauh ini). Dalam aksi penyergapannya, pahlawan kita mengalami konfrontasi singkat dengan 2 karakter baru, si kembar Pietro/Quicksilver (Aaron Taylor-Johnson) dan Wanda Maximoff/Scarlet Witch (Elizabeth Olsen).

Tony Stark/Iron Man menemukan bahwa dalam tongkat Loki terdapat artificial intelligence (A.I) yang bisa digunakannya untuk mengaktivasi proyek rahasianya. Tujuannya sih baik, membuat sebuah mekanisme cerdas yang bisa mengontrol 'Iron Legion' untuk menjaga perdamaian bumi. Namun proyek yang juga dibantu oleh Bruce Banner/Hulk ini mengalami malfungsi dan menciptakan robot super-cerdas bernama Ultron yang malah menganggap bahwa Avengers-lah penyebab rusaknya perdamaian.

Dengan tingginya pencapaian The Avengers pada 2012 lalu, Whedon tentu ingin memuaskan ekspektasi semua orang. Age of Ultron memberikan penonton sebuah sajian visual yang memanjakan mata. Adegan aksi dirancang dan dieksekusi dengan baik. Penggunaan efek CGI yang royal (seperti film Marvel biasanya) tentu memanjakan pecandu film aksi yang suka melihat aksi adu kekuatan super, adegan kerusakan, gedung runtuh, dan ledakan disana-sini. Ada banyak aksi adu kuat disini, namun yang paling menarik adalah pertarungan antara Iron Man dalam kostum Hulkbuster vs Hulk, yang sangat seru dan intens melebihi klimaks film yang lebay dan hambar.

Naskah yang juga ditulis oleh Whedon menyelipkan beberapa adegan komedi yang meskipun klise namun ditempatkan dengan tepat. Whedon tahu benar dengan setiap tokohnya dan memberikan lelucon yang tepat sesuai dengan karakter, termasuk lelucon kocak mengenai palu Thor yang menganut prinsip stand-up comedy (Punchline dan keberulangan? Ah sudahlah). Komedi yang juga nyelip saat adegan pertarungan dieksekusi dengan pas dan cukup mengena bagi penonton.

Keahlian Whedon membagi porsi masing-masing karakter dalam The Avengersadalah hal favorit saya, dan dalam Age of Ultron, dia melakukannya dengan lebih baik. Dua tokoh tak berkekuatan super, Black Widow dan Hawkeye yang tak terlalu disorot di film pertamanya, mendapatkan porsi yang lebih banyak. Ditambah dengan kisah latar belakang Black Widow dan keluarga Hawkeye, menjadikan film ini sebagai film Marvel paling manusiawi sejak The Winter Soldier. Walaupun begitu, peran Scarlet Witch dan Quicksilver terasa kurang digali, padahal keduanya punya peranan yang cukup krusial terhadap cerita.

Keberadaan Scarlet Witch menjadi pembuka yang bagus bagi Whedon untuk memberikan pendekatan baru dalam narasi sekuel ini. Dengan kemampuan manipulasi pikirannya, Scarlet Witch 'menyiksa' para Avengers dengan kesalahan masa lalu mereka, membuat penonton bisa mengintip sedikit ke masa lalu masing-masing pahlawan dan menjadi basis bagi Whedon untuk mengeksplor sisi sentimentilnya.

Selepas konfrontasi pertama dengan Ultron, bisa dibilang hampir semua anggota Avengers galau. Hal ini mengantarkan kita pada benih-benih asmara Hulk/Black Widow yang walaupun cukup natural namun menurut saya terasa janggal dan tak perlu. Bukannya saya menentang adegan sentimentil ya, namun disini drama karakternya tak pas. Alih-alih menyentuh sisi emosional, hal tersebut malah terkesan sebagai filler film dan tak mengena.

James Spader yang mengisi suara Ultron dengan brilian memberikan nyawa bagi karakter robot ini dengan pembawaan dan aksennya yang khas. Dari penampilan pertamanya di hadapan Avengers yang cukup mengintimidasi, saya merasa Ultron adalah musuh tak terkalahkan yang setara buat para Avenger. Dan itu benar, setidaknya pada paruh pertama. Dengan kecerdasan supernya, dan kemampuannya berpindah tubuh selama terhubung dengan jaringan internet, Ultron adalah musuh mahakuat. Namun di mulai dari tengah film, Ultron melempem. Meski semua Avengers bilang bahwa Ultron akan menghancurkan dunia, namun tak ada kesan ancaman dan bahaya yang riil.

Walaupun sebenarnya saya cukup menikmati film ini, saya merasa alur ceritanya kurang koheren. Dari satu kejadian langsung meloncat ke kejadian lain, tanpa motif yang kuat. Antara satu adegan dengan adegan lain digabung-gabungkan dengan paksa agar berujung pada adegan puncak: konfrontasi langsung para Avengers dengan Ultron. Keputusan Thor untuk masuk ke kolam ajaib untuk mencari wangsit (serius!) yang berujung pada lahirnya Vision adalah adegan WTF yang tak saya mengerti.

Bagi penonton yang tak mempermasalahkan kompleksisitas cerita, film ini akan menjadi tontonan yang menarik, apalagi dengan kehadiran 3 karakter superhero baru. Memang sih, siapa yang bakal mempermasalahkan plot (apalagi teori sains nonsens-nya Stark dan Banner) untuk popcorn movie seperti ini. Dari awal film, Whedon telah menyisipkan indikasi perselisihan antara Captain America dan Iron Man yang nantinya akan berujung ke Civil War. Sebagai film terakhir Avengers bagi Joss Whedon, ini adalah usahanya yang maksimal sebagai pengantar yang baik namun tak cukup memuaskan untuk film Avengersberikutnya Infinity War Part 1 dan Part 2 yang akan digarap oleh Anthony & Joe Russo

0 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page